Skip to main content

Opini : Pentingnya Kepemimpinan Pemimpin yang tegas

Saat keadaan kacau, situasi tidak terkendali, kondisi keamanan tidak menentu, kekhawatiran dan kecurigaan antar masyarakat hadir selalu. Saat-saat itulah pemimpin itu sangat ditunggu-tunggu. Hal ini juga terjadi di lingkungan masyarakat dalam skala sangat kecil, di keluarga rumah tangga. Pun demikian, pada lingkungan masyarakat dalam skala lebih besar seperti lingkungan RT, RW, bahkan lingkungan masyarakat Desa. Apatah lagi dalam skala pemerintahan Kabupaten, Kotamadya, Pemerintahan Propinsi bahkan Negara. 
Masalah dalam kehidupan manusia selalu ada. Konflik itu sudah pasti terjadi karena keinginan setiap manusia berbeda. Aturan kehidupan bermasyarakat dibuat dalam rangka meminimalisir konflik itu. Namun, di antara manusia yang taat aturan, di sana, selalu saja ada manusia yang melanggar aturan itu. Konflik antar mereka pun terjadi dan tidak bisa dihindari. Nah, disinilah pemimpin itu wajib berdiri, menegaskan izzah dari kepemimpinnanya. Berfungsi sebagai penegas dan penyelesai masalah yang terjadi di masyarakat. Berdiri tegak sebagai pelindung dan pelayan semua masyarakat yang dipimpinnya. Situasi seperti ini seorang pemimpin diuji kepemimpinannya.

Pemimpin dalam skala apapun, apalagi pemimpin negara dengan sebutan Pak Presiden atau pemerintahan di bawahnya dengan sebutan Pak Gubernur, harus tegas menghadapi situasi genting dan merugikan masyarakat yang dipimpinnya. Sejatinya, semua pihak menunggu apa yang mau dilakukan Pak Presiden? apa yang akan diperbuat Pak Gubernur?

Semua orang yang dipimpin, posisi mereka ada di bawah. Mereka di bawah kerendahan, mereka mendongak ke atas, mereka sedang menunggu, mereka sedang melihat. Tentunya, yang di atas bagi mereka yang di bawah lebih jelas. Dan, kalau bertanya pada fitrah manusia, bergumam pada sisi kemanusiaan, tak mungkin tega lah sampai membunuh dan menghancurkan. Sifat dasar manusia adalah membangun dan memperbaiki, senang dengan pembangunan dan perbaikan, senang dengan keindahan dan keteraturan. Seandainya ada bentuk manusia, lalu senang menghancurkan dan suka membunuh, pasti sifat dasarnya sudah meninggalkan bentuknya. Manusia hanya namanya, tapi sifatnya mengaum, menerkam, menghunjam, buas dan beringas, dan memangsa. 

Di sini, pentingnya manusia dipimpin manusia. Jika situasi ini terjadi, manusia sudah ditinggalkan sifat dasarnya dan sifat asalnya, maka pemimpin bergerak tegas, berbuat mantap, memberikan solusi dengan instruksi yang jelas, untuk mengembalikan sifat dasar manusia ini. Pemimpin berbuat secara cepat untuk menormalkan kondisi kemanusiaan ini. Situasi di negeri Nu War harus dikembalikan dan dinormalkan. Jangan sampai manusia ditinggalkan kemanusiannya terlalu jauh. Menormalkan dan mengembalikan kemanusiaan ini hanya bisa dilakukan oleh pemimpin, karena pada mereka daya dan kekuatan, Alloh swt titipkan. Mari kita doakan semoga kita dihidupkan dan dimatikan Alloh swt dalam keadaan menjadi manusia, hamba Alloh SWT yang Istiqomah dalam 
penghambaan kepada Nya. Amiin. Wallohu A'lamu.

Comments

Popular posts from this blog

Amtsilah Tasrifiyah Karya Syeikh Muhammad Maksum bin Ali

Kitab amtsilah tasrifiyah adalah kitab rujukan bagi setiap santri yang ingin memiliki kemampuan membaca kitab. Di dalamnya sebagaimana namanya contoh berisikan contoh-contoh tasrifan baik istilahi ataupun tashrif lughowi. Bagi santri awal, menghafal contoh-contoh dalam kitab ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan. Dan itu merupakan langkah awal sebelum memahami ilmu Shorof dan cara mentasrif Isim atau pun fi'il. Untuk tahap awal maka semua santri yang belajar bahasa Arab maka perlu melalui tahap latihan membaca semua amtsilah (contoh-contoh) Isim dan Fiil yang ada pada kitab Amtsilah Tasrifiyah. Syekh Muhammad Maksum bin Ali, kesimpulan penulis, sudah melakukan penelitian secara menyeluruh sehingga mampu menghadirkan contoh yang komprehensif mencakup semua informasi tentang Fiil dan Isim sesuai dengan wazan tertentu.  berikutnya, kami tautkan link kitab Amtsilah Tasrifiyah bagi santri dan mahasiswa yang sudah pasti sangat bertumpu pada kitab ini dalam berinteraksi dengan bahas

AKAL SEHAT MANUSIA

  Dalam kamus lisanul Arab yang dikarang oleh Ibnu Manzur, Asy Syibawaih menjelaskan bahwa akal artinya terikat, terjaga, dan terbatas. "Uqila lahu Syai’un" artinya iya dijaga, iya diikat, atau iya dibatasi oleh sesuatu. Ibnu Bari mengartikan akal sebagai sesuatu yang memberikan kesabaran dan nasihat bagi orang yang memerlukan. Akal memiliki karakteristik bahwa: 1. Pemilik akal mampu mengekang hawa nafsunya dan menolak rayuannya untuk masuk pada kebinasaan, menjaga dari terjerumus ke kehancuran. 2. Akal membedakan manusia dari seluruh hewan. Dalam agama Islam, akal tidak semata-mata berkaitan dengan aspek nalar, hafalan, dan semisalnya. Tetapi, mencakup keterkaitannya dengan moral. Keterkaitan antara akal dan moral dapat diketahui dalam hadits Nabi yang diriwayatkan dari Sahabat Abu Darda’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Uwaimir, tambahilah akalmu niscaya kau akan bertambah dekat dengan Tuhanmu!" Lalu Abu Darda bertanya, "Bagaimana

Solusi Kualitas Pendidikan lebih baik? Islamisasi Ilmu Pengetahuan

  Pembahasan sejarah epistemologi Barat dimulai dengan asal-usul kata "epistemologi" dari bahasa Yunani, yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (teori atau alasan). Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki keaslian pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, epistemologi Barat melalui fase filsafat kuno, Hellenis, Abad Pertengahan, dan Abad Modern. Filsafat kuno diwakili oleh Plato dan Aristoteles, dengan pemikiran tentang keyakinan yang benar, pengetahuan, dan kebodohan. Pada periode Hellenis muncul aliran seperti epikurianisme, stoikisme, dan skeptisisme. Abad Pertengahan diwakili oleh Thomas Aquinas dan William of Ockham. Filsafat modern membawa rasionalisme, empirisme, kritisisme, dan positivisme. Rasionalisme menekankan akal sebagai sumber utama pengetahuan, sementara empirisme mengandalkan pengalaman. Kritisisme, yang diperkenalkan oleh Immanuel Kant, menggabungkan elemen rasionalisme dan empirisme. Positivisme men