Skip to main content

Manusia Berbincang Ilmu


Oleh: Damanhuri

Ilmu merupakan media memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebagaimana hadits masyhur Rosulullah saw menyampaikan untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat hendaklah dengan ilmu. 

Allah swt meninggikan derajat orang yang berilmu dan orang yang beriman, mereka memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah swt. Ilmu dan iman merupakan dua hal yang saling menguatkan, berangkat dari ilmu maka iman semakin kokoh begitu juga sebaliknya berangkat dari iman maka proses ber-ilmu semakin semangat dan kuat. 

Begitu pentingnya ilmu itu maka Islam mewajibkan umatnya untuk belajar, dengan konsep belajar seumur hidup (long live education). Belajar bagi seorang muslim sudah menjadi kebutuhannya bukan sekadar hanya melaksanakan kewajiban. 

Seorang muslim meyakini bahwa yang mengajarkan ilmu adalah Allah swt, Al-Aliim. Sehingga pemilik ilmu adalah Dia, Allah yang maha Mengetahui. Keyakinan ini sebagai prinsip dasar dalam proses mendapatkan ilmu. Hal ini tidak terbatas kepada ilmu-ilmu tertentu, karena ilmu Allah swt sangatlah luas. 

Islam sebagai agama Tauhid mengajak umat manusia untuk meng-Esa-kan Allah swt dalam ibadah dan muamalah. Dalam ibadah, kita umat Islam dilarang menyembah yang lain kecuali hanya menyembah Allah swt. Dalam muamalah, umat Islam bermuamalah untuk tujuan beribadah kepada Allah swt saja. 

Ilmu sebagai media merupakan pengantar dan perantara manusia memperoleh kebahagiaan hidup, lahir batin. Sebagai media maka ilmu bukan tujuan, yang menjadi tujuan kebahagiaan adalah ridho Allah swt dan kebahagiaan dari Allah swt. Inilah yang menjadi pembeda bagi seorang muslim yang belajar, mencari ilmu, di berbagai tempat apapun namanya, madrasah, sekolah, universitas.

Imam Haromain Al-Juwaini, menjelaskan bahwa ilmu adalah pengetahuan pada sesuatu yang memang seharusnya. Sedangkan Al-Jurjani memberikan beberapa definisi selain yang dikemukakan oleh Al-Juwaini diantaranya, ilmu adalah keyakinan yang pasti yang sesuai dengan kenyataan. Ahli hikmah menjelaskan bahwa ilmu adalah hasil gambaran sesuatu yang ada dalam akal pikiran. Dikatakan juga, ilmu itu adalah pencapaian akal terhadap sesuatu yang memang sebenarnya seperti seharusnya. 

Diantara ilmu–ilmu Allah itu, ada yang membahas esensi dari ilmu itu sendiri, ada juga yang fokus kajiannya adalah pada keadaan sosial kehidupan. Ilmu Bahasa Arab mengkaji hal–hal yang berkaitan dengan Bahasa Arab, seperti ilmu tajwid, ilmu makharijul huruf, keduanya membahas huruf hijaiyah sebagai unsur terkecil dalam Bahasa Arab. 

Selanjutnya, berkembang ilmu shorof yang mengkaji kata dalam Bahasa Arab, jenisnya, asal katanya, wazannya, dan perubahan kata satu menjadi kata yang lainnya, karena arti kata yang dikehendaki. Ilmu nahwu adalah ilmu yang berisi aturan main terkait bagaimana kata dalam Bahasa Arab ketika bergabung dengan kata yang lain menjadi satu kalimat sempurna.

Tasawuf merupakan ilmu yang banyak mengantarkan kebahagiaan manusia, lahir dan batin. Kajian ini membahas tentang nilai – nilai tasawuf yang ada dalam ilmu nahwu. Pada prinsipnya kalau sumber ilmu itu sama, yaitu berasal dari Allah swt, maka tidak ada pertentangan nilai pada ilmu–ilmu Allah itu.

Khulasohnya, Tauhid sebagai spirit ajaran Islam menghendaki satunya tujuan pada setiap proses dan tindakan dalam mencari ilmu harus ditegakkan. Artinya, tujuan seorang muslim mencari ilmu, apapun jenisnya adalah unuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh ridha Allah swt. Secara lingkup pembahasan memang setiap ilmu itu berbeda tapi, nilai–nilai ilmu itu perlu dicari dan dimunculkan untuk mendapatkan kesadaran mendalam bahwa ilmu yang dipelajari itu sama berasal dari Allah swt, dari Sang Pemilik Ilmu. 

Disamping itu menjadi bukti bahwa ilmu yang Allah swt ajarkan kepada manusia memiliki hubungan satu sama lain. Hal ini sudah ditegaskan oleh Husein Azis dalam kajian pada Jurnal Qualita Ahsana bahwa ada hubungan antara Bahasa Arab dengan Ilmu keislaman seperti ilmu kalam, fiqih dan tasawuf. Logika bahasa Arab memiliki pengaruh dan dominan dalam membentuk pola berpikir dalam ilmu keislaman.

Comments

Popular posts from this blog

Amtsilah Tasrifiyah Karya Syeikh Muhammad Maksum bin Ali

Kitab amtsilah tasrifiyah adalah kitab rujukan bagi setiap santri yang ingin memiliki kemampuan membaca kitab. Di dalamnya sebagaimana namanya contoh berisikan contoh-contoh tasrifan baik istilahi ataupun tashrif lughowi. Bagi santri awal, menghafal contoh-contoh dalam kitab ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan. Dan itu merupakan langkah awal sebelum memahami ilmu Shorof dan cara mentasrif Isim atau pun fi'il. Untuk tahap awal maka semua santri yang belajar bahasa Arab maka perlu melalui tahap latihan membaca semua amtsilah (contoh-contoh) Isim dan Fiil yang ada pada kitab Amtsilah Tasrifiyah. Syekh Muhammad Maksum bin Ali, kesimpulan penulis, sudah melakukan penelitian secara menyeluruh sehingga mampu menghadirkan contoh yang komprehensif mencakup semua informasi tentang Fiil dan Isim sesuai dengan wazan tertentu.  berikutnya, kami tautkan link kitab Amtsilah Tasrifiyah bagi santri dan mahasiswa yang sudah pasti sangat bertumpu pada kitab ini dalam berinteraksi dengan bahas

AKAL SEHAT MANUSIA

  Dalam kamus lisanul Arab yang dikarang oleh Ibnu Manzur, Asy Syibawaih menjelaskan bahwa akal artinya terikat, terjaga, dan terbatas. "Uqila lahu Syai’un" artinya iya dijaga, iya diikat, atau iya dibatasi oleh sesuatu. Ibnu Bari mengartikan akal sebagai sesuatu yang memberikan kesabaran dan nasihat bagi orang yang memerlukan. Akal memiliki karakteristik bahwa: 1. Pemilik akal mampu mengekang hawa nafsunya dan menolak rayuannya untuk masuk pada kebinasaan, menjaga dari terjerumus ke kehancuran. 2. Akal membedakan manusia dari seluruh hewan. Dalam agama Islam, akal tidak semata-mata berkaitan dengan aspek nalar, hafalan, dan semisalnya. Tetapi, mencakup keterkaitannya dengan moral. Keterkaitan antara akal dan moral dapat diketahui dalam hadits Nabi yang diriwayatkan dari Sahabat Abu Darda’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Uwaimir, tambahilah akalmu niscaya kau akan bertambah dekat dengan Tuhanmu!" Lalu Abu Darda bertanya, "Bagaimana

Solusi Kualitas Pendidikan lebih baik? Islamisasi Ilmu Pengetahuan

  Pembahasan sejarah epistemologi Barat dimulai dengan asal-usul kata "epistemologi" dari bahasa Yunani, yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (teori atau alasan). Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki keaslian pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, epistemologi Barat melalui fase filsafat kuno, Hellenis, Abad Pertengahan, dan Abad Modern. Filsafat kuno diwakili oleh Plato dan Aristoteles, dengan pemikiran tentang keyakinan yang benar, pengetahuan, dan kebodohan. Pada periode Hellenis muncul aliran seperti epikurianisme, stoikisme, dan skeptisisme. Abad Pertengahan diwakili oleh Thomas Aquinas dan William of Ockham. Filsafat modern membawa rasionalisme, empirisme, kritisisme, dan positivisme. Rasionalisme menekankan akal sebagai sumber utama pengetahuan, sementara empirisme mengandalkan pengalaman. Kritisisme, yang diperkenalkan oleh Immanuel Kant, menggabungkan elemen rasionalisme dan empirisme. Positivisme men