Skip to main content

Kerangka Berpikir : Konsep Kepemimpinan dalam Ilmu Shorof

Marilah kita sedikit keluar dan bertanya-tanya, apakah terdapat kesesuaian antara ilmu kepemimpinan yang umumnya dibahas dalam ilmu perilaku organisasi dan ilmu shorof yang pembahasannya dalam ilmu Bahasa. Jawaban dari pertanyaan ini muncul dari sebuah keyakinan yang sudah menjadi consensus bahwa sumber ilmu pengetahuan itu hanya satu yaitu dari Alloh swt yang Maha Mengetahui. Sehingga dengan kerangka ini konsep integrasi ilmu ahir-ahir ini sangat relevan. Konsep interpretasi dan komparasi bisa dimungkinkan dengan mendekatkan keduanya.


Dalam kajian ini, misalnya kita urai sedikit bahwa proses kepemimpinan dapat berjalan jika memenuhi unsur-unsur  yang meliputi; ada yang memimpin atau pemimpin, ada yang dipimpin, ada kegiatan pencapaian tujuan dan, ada tujuan / target sasaran. Dalam ilmu shorof 4 unsur ini terwakili oleh ada wazan, ada mauzun, ada shighot, dan ada proses tashrif. Lebih luas lagi dalam pembahasan dan bisa dikembangkan.

Mengapa ilmu shorof dijadikan sebagai perspektif dalam konsep kepemimpinan? Jawaban dari pertanyaan ini menjadi dasar berpikir penulis melakukan kajian ini. Dasar berpikir itu antara lain, diuraikan dalam paragraf berikut ini.

Dalam ilmu shorof terdapat proses perubahan bentuk kata yang disebut tashrif. Tashrif, yang bermakna merubah, merupakan tanggung jawab seorang pemimpin dalam menciptakan perubahan terbaik sebagaimana yang diharapkan dalam tujuan lembaga pendidikan.

Ada dua macam tashrif dalam shorof, yaitu tashrif istilahi dan tashrif lughowi. Tashrif istilahi merupakan perubahan bentuk kata menjadi bentuk kata yang lain secara horisontal. Hal ini merupakan isyarat bahwa kepemimpinan seorang pemimpin dalam melakukan perubahan diperlukan hubungan interaksi dengan sesama pengurus dan pengelola pendidikan sesama pimpinan. Sedangkan tashrif lughowi merupakan perubahan sebuah kata dari atas ke bawah atau sebaliknya. Isyarat ini juga menggambarkan bahwa perubahan ke arah tujuan yang diinginkan sebuah lembaga pendidikan perlu digerakkan dari level atas sampai kepada tingkat bawah.

Dalam ilmu shorof terdapat proses i’lal. I’lal merupakan proses penyesuaian bentuk kata yang tersusun dari huruf illat mengikuti patokan standar sebuah kata yang disebut Mizan Shorfi atau dikenal dengan istilah Wazan.

Istilah yang lain dalam menjelaskan bentuk kata adalah Shighot. Setiap sighot memiliki wazan sendiri sendiri, dengan kata yang lain setiap bentuk perilaku harus mengikuti aturan nya sendiri sendiri.

Huruf hijaiyah yang merupakan huruf yang membentuk kata  dalam ilmu shorof terdiri dari huruf shohih dan huruf illat. Setiap kata dalam Bahasa arab terbentuk dari huruf-huruf shohih dan huruf illat. Shohih artinya baik sedangkan illat artinya tidak baik, atau memiliki cacat. Sebagaimana dijelaskan bahwa semua kata harus mengikuti wazan, maka untuk memposisikan kata yang mengandung huruf illat ini pada wazan membutuhkan proses IΚΌlal. Proses ini merupakan kebijakan dari seorang pemimpin untuk menyikapi anggota yang memiliki kelainan.

Comments

Popular posts from this blog

Amtsilah Tasrifiyah Karya Syeikh Muhammad Maksum bin Ali

Kitab amtsilah tasrifiyah adalah kitab rujukan bagi setiap santri yang ingin memiliki kemampuan membaca kitab. Di dalamnya sebagaimana namanya contoh berisikan contoh-contoh tasrifan baik istilahi ataupun tashrif lughowi. Bagi santri awal, menghafal contoh-contoh dalam kitab ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan. Dan itu merupakan langkah awal sebelum memahami ilmu Shorof dan cara mentasrif Isim atau pun fi'il. Untuk tahap awal maka semua santri yang belajar bahasa Arab maka perlu melalui tahap latihan membaca semua amtsilah (contoh-contoh) Isim dan Fiil yang ada pada kitab Amtsilah Tasrifiyah. Syekh Muhammad Maksum bin Ali, kesimpulan penulis, sudah melakukan penelitian secara menyeluruh sehingga mampu menghadirkan contoh yang komprehensif mencakup semua informasi tentang Fiil dan Isim sesuai dengan wazan tertentu.  berikutnya, kami tautkan link kitab Amtsilah Tasrifiyah bagi santri dan mahasiswa yang sudah pasti sangat bertumpu pada kitab ini dalam berinteraksi dengan bahas

AKAL SEHAT MANUSIA

  Dalam kamus lisanul Arab yang dikarang oleh Ibnu Manzur, Asy Syibawaih menjelaskan bahwa akal artinya terikat, terjaga, dan terbatas. "Uqila lahu Syai’un" artinya iya dijaga, iya diikat, atau iya dibatasi oleh sesuatu. Ibnu Bari mengartikan akal sebagai sesuatu yang memberikan kesabaran dan nasihat bagi orang yang memerlukan. Akal memiliki karakteristik bahwa: 1. Pemilik akal mampu mengekang hawa nafsunya dan menolak rayuannya untuk masuk pada kebinasaan, menjaga dari terjerumus ke kehancuran. 2. Akal membedakan manusia dari seluruh hewan. Dalam agama Islam, akal tidak semata-mata berkaitan dengan aspek nalar, hafalan, dan semisalnya. Tetapi, mencakup keterkaitannya dengan moral. Keterkaitan antara akal dan moral dapat diketahui dalam hadits Nabi yang diriwayatkan dari Sahabat Abu Darda’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Uwaimir, tambahilah akalmu niscaya kau akan bertambah dekat dengan Tuhanmu!" Lalu Abu Darda bertanya, "Bagaimana

Solusi Kualitas Pendidikan lebih baik? Islamisasi Ilmu Pengetahuan

  Pembahasan sejarah epistemologi Barat dimulai dengan asal-usul kata "epistemologi" dari bahasa Yunani, yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (teori atau alasan). Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki keaslian pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, epistemologi Barat melalui fase filsafat kuno, Hellenis, Abad Pertengahan, dan Abad Modern. Filsafat kuno diwakili oleh Plato dan Aristoteles, dengan pemikiran tentang keyakinan yang benar, pengetahuan, dan kebodohan. Pada periode Hellenis muncul aliran seperti epikurianisme, stoikisme, dan skeptisisme. Abad Pertengahan diwakili oleh Thomas Aquinas dan William of Ockham. Filsafat modern membawa rasionalisme, empirisme, kritisisme, dan positivisme. Rasionalisme menekankan akal sebagai sumber utama pengetahuan, sementara empirisme mengandalkan pengalaman. Kritisisme, yang diperkenalkan oleh Immanuel Kant, menggabungkan elemen rasionalisme dan empirisme. Positivisme men