Skip to main content

Relasi konsep Leadership dan Ilmu Shorof

Kepemimpinan sudah banyak dibahas dan dikaji secara panjang dan dalam.  Meliputi gaya kepemimpinan,  jenis kepemimpinan dan macam-macamnya.  Namun dalam tulisan ini kepemimpinan disandingkan dengan pembahasan ilmu Shorof.  

Tujuan kajian ini,  sepertinya ingin memberikan wawasan baru dalam konsep kepemimpinan sekaligus menambah semangat dan motivasi dalam mempelajari ilmu shorof.  Alasannya,  kalau selama ini pembelajaran bahasa Arab dalam hal ini ilmu shorof cenderung dihafal saja dan hanya berkaitan dengan ilmu bahasa. Maka,  dengan tulisan ini ilmu shorof didekatkan dengan kehidupan manusia dalam berorganisasi atau hubungan sosialnya. Sehingga muncul kesadaran baru bahwa dalam ilmu shorof juga dibahas secara tersirat tentang kepemimpinan itu. 

Kepemimpinan akan terjadi setidaknya jika 4 unsur ini ada.  Apa saja 4 unsur itu?  Pertama, adanya pemimpin. Kedua ada yang dipimpin.  Apakah kalau sudah ada pemimpin kepemimpinan akan terlaksana?  Belum terlaksana.  Kepemimpinan tidak berjalan kalau hanya ada dua unsur pemimpin dan yang dipimpin.  Harus ada yang unsur yang ketiga,  yaitu adanya tujuan. Kepemimpinan dengan adanya 3 unsur ini,  seorang pemimpin baru bisa menyampaikan tujuan yang akan dicapai/dimaksud kepada yang dipimpinnya.  Untuk mencapai tujuan itu harus ada unsur keempat,  yaitu proses, kegiatan atau program untuk mencapai tujuan itu.  Apabila lengkap keempat unsur ini berjalan,  kepemimpinan sudah pasti running.  Lalu apa hubungannya dengan ilmu shorof?

Baiklah,  secara bahasa shorof bisa bermakna perubahan. Secara umum setiap pemimpin selalu memprogramkan perubahan. Tentunya perubahan yang lebih baik.  Semangat berubah kepada kondisi yang lebih baik dari kondisi sebelumnya sudah menjadi tabiat dan karakter dari setiap manusia yang sadar kondisi dirinya.  Kalau Rosululloh saw mengkabarkan bahwa setiap kalian adalah pemimpin,  itu adalah isyarat alamiah dan sudah menjadi tuntutan bagi manusia normal.  Yaitu manusia yang sadar akan sifat kemanusiannya.

Lalu,  kembali melihat pada ilmu shorof.  Ilmu shorof setidaknya membahas 4 hal pokok.  Yaitu pembahasan Wazan,  Mauzun,  Shighot dan Tasrif.  Secara ber-urutan keempat hal ini mewakili keempat unsur dalam konsep berjalannya kepemimpinan.  Wazan selalu diikuti Mauzun.  Mauzun mengikuti wazan pada setiap makna yang dikehendaki.  Bentuk kata sesuai makna yang dikehendaki inilah Sighot.  Untuk menghasilkan sighot tertentu harus melalu proses Tasrif.  Jadi Tasrif adalah kegiatan atau program merubah mauzun mengikuti wazan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.

Ringkasnya

Sumber dari, Damanhuri. (2019). Kepemimpinan Pendidikan dalam Tinjauan Ilmu Shorof. Ta’dibi : Jurnal Manajemen Pendidikan Islam6(1), 63-81. Retrieved from http://e-jurnal.stail.ac.id/index.php/tadibi/article/view/4

Comments

Popular posts from this blog

Amtsilah Tasrifiyah Karya Syeikh Muhammad Maksum bin Ali

Kitab amtsilah tasrifiyah adalah kitab rujukan bagi setiap santri yang ingin memiliki kemampuan membaca kitab. Di dalamnya sebagaimana namanya contoh berisikan contoh-contoh tasrifan baik istilahi ataupun tashrif lughowi. Bagi santri awal, menghafal contoh-contoh dalam kitab ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan. Dan itu merupakan langkah awal sebelum memahami ilmu Shorof dan cara mentasrif Isim atau pun fi'il. Untuk tahap awal maka semua santri yang belajar bahasa Arab maka perlu melalui tahap latihan membaca semua amtsilah (contoh-contoh) Isim dan Fiil yang ada pada kitab Amtsilah Tasrifiyah. Syekh Muhammad Maksum bin Ali, kesimpulan penulis, sudah melakukan penelitian secara menyeluruh sehingga mampu menghadirkan contoh yang komprehensif mencakup semua informasi tentang Fiil dan Isim sesuai dengan wazan tertentu.  berikutnya, kami tautkan link kitab Amtsilah Tasrifiyah bagi santri dan mahasiswa yang sudah pasti sangat bertumpu pada kitab ini dalam berinteraksi dengan bahas

AKAL SEHAT MANUSIA

  Dalam kamus lisanul Arab yang dikarang oleh Ibnu Manzur, Asy Syibawaih menjelaskan bahwa akal artinya terikat, terjaga, dan terbatas. "Uqila lahu Syai’un" artinya iya dijaga, iya diikat, atau iya dibatasi oleh sesuatu. Ibnu Bari mengartikan akal sebagai sesuatu yang memberikan kesabaran dan nasihat bagi orang yang memerlukan. Akal memiliki karakteristik bahwa: 1. Pemilik akal mampu mengekang hawa nafsunya dan menolak rayuannya untuk masuk pada kebinasaan, menjaga dari terjerumus ke kehancuran. 2. Akal membedakan manusia dari seluruh hewan. Dalam agama Islam, akal tidak semata-mata berkaitan dengan aspek nalar, hafalan, dan semisalnya. Tetapi, mencakup keterkaitannya dengan moral. Keterkaitan antara akal dan moral dapat diketahui dalam hadits Nabi yang diriwayatkan dari Sahabat Abu Darda’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Uwaimir, tambahilah akalmu niscaya kau akan bertambah dekat dengan Tuhanmu!" Lalu Abu Darda bertanya, "Bagaimana

Solusi Kualitas Pendidikan lebih baik? Islamisasi Ilmu Pengetahuan

  Pembahasan sejarah epistemologi Barat dimulai dengan asal-usul kata "epistemologi" dari bahasa Yunani, yaitu episteme (pengetahuan) dan logos (teori atau alasan). Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki keaslian pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Dalam perkembangannya, epistemologi Barat melalui fase filsafat kuno, Hellenis, Abad Pertengahan, dan Abad Modern. Filsafat kuno diwakili oleh Plato dan Aristoteles, dengan pemikiran tentang keyakinan yang benar, pengetahuan, dan kebodohan. Pada periode Hellenis muncul aliran seperti epikurianisme, stoikisme, dan skeptisisme. Abad Pertengahan diwakili oleh Thomas Aquinas dan William of Ockham. Filsafat modern membawa rasionalisme, empirisme, kritisisme, dan positivisme. Rasionalisme menekankan akal sebagai sumber utama pengetahuan, sementara empirisme mengandalkan pengalaman. Kritisisme, yang diperkenalkan oleh Immanuel Kant, menggabungkan elemen rasionalisme dan empirisme. Positivisme men